Apa itu merkuri
Merkuri atau dalam bahasa Indonesia dikenal
sebagai air raksa merupakan unsur renik dalam kerak bumi. Dalam susunan tabel periodik bernama Hydrargyricum dengan lambang Hg dan memiliki nomor atom 80, termasuk golongan IIB dan berperiode VI. Merkuri ini memiliki
berat atom 200,61, titik didih 35,7OC dan titik bekunya -38,85OC. Oleh karena titik didihnya yang rendah, maka pada suhu kamar merkuri berbentuk
cair dan mudah menguap. Penamaan merkuri didasarkan pada nama Marie Curie.
Gambar 1. Siklus merkuri di alam
Asal usul merkuri
Merkuri berasal dari kegiatan
geologis seperti aktivitas gunung berapi, anthropogenic
seperti pembakaran batu bara dan dari tanah serta laut yang memang mengandung
merkuri. Salah satu sumber antropogenik yaitu pembakaran batu bara. Dengan adanya revolusi industry terjadi peningkatan jumlah merkuri di atmosfir. Karena meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil terutama batu bara. Jumlah merkuri di atmosfir ini terus meningkat sepanjang tahun. Contohnya yaitu china melaporkan pelepasan emisi dari pembakaran batu bara di negaranya. Yaitu berdasarkan informasi dari penelitian, rata-rata kandungan merkuri dalam batu bara adalah 0,038-0,32 mg/kg. jumlah total pelepasan emisi dari pembakaran batubara sekitar 296-302,9 metrik ton setiap tahun di pertengahan 1990an, termasuk 213,8 metrik ton dalam atmosfir dan 89,07 metrik ton dalam abu dan sisa arang. Rata-rata kandungan merkuri organic dalam batu bara dari 15 provinsi dan kota adalah 0,037 g/kg, yang mengandung 18,1 % merkuri. Kandungan rata-rata merkuri organic di abu pembakaran batu bara 0,045 mg/kg, dengan persentase merkuri totalnya 28,1%. Dari tahun 1978 hingga 1995, pelepasan emisi merkuri meningkat dengan rata-rata 4,8% per tahun.
Sumber-sumber anthropogenic yaitu:
- Pembangkit listrik yang menggunakan batu bara
- Penggunaan bahan bakar fosil
- Proses produksi semen (merkuri dalam kapur)
- Penambangan dan pengolahan logam seperti besi, baja, ferromanganese, zinc, emas dan logam selain besi lainnya
- Penambangan merkuri
- Proses amalgamasi
- Produksi klor-alkali
- Penggunaan lampu berfluorosensi
- Industri manufaktur yang mengandung merkuri seperti thermometer dan elektrik
- Pembakaran sampah
- Pembukaan lahan baru
Gambar 2. Perbandingan jumlah merkuri praindustri dan setelah industri.
Bentuk-bentuk merkuri
Bentuk dasar merkuri adalah Hg(0) yang meiliki memiliki sifat tidak larut (insoluble) dalam
air. Hg(0) berubah menjadi inorganik merkuri Hg(II) melalui reaksi oksidasi fotokimia. Merkuri yang berikatan dengan partikulat di udara
disebut Hg(P). Baik Hg(II) maupun Hg(P) mudah larut dalam air, sehingga ketika hujan
turun keduanya ikut terbawa oleh hujan ke daerah perairan dan daratan. Kita mengenal proses ini sebagai wet deposition. Sedangkan proses yang tanpa melalui hujan disebut
dry deposition. Kadar Hg(II) di atmosfir dapat dihitung dengan cara
mereaksikannya dengan KCl (kalium klorida) kemudian direduksi menjadi Hg(0).
Kadar dari Hg(II) diukur sebagai RGM
(Reactive Gaseous Mercury). RGM secara operasional menggambarkan
kuantitas Hg(II).
Ketika sampai permukaan tanah, merkuri tersebut mengendap membentuk sedimen atau berikatan dengan zat-zat organik terutama yang
mengandung sulfur. Merkuri ini dapat kembali ke udara ketika terjadi
peningkatan suhu permukaan tanah atau pembakaran zat-zat organik. Peningkatan
suhu ini bisa terjadi salah satunya karena adanya kebakaran hutan atau juga
karena ekosistem itu sedang kekeringan. Apabila merkuri adad dekat dengan daerah perairan, maka sebagiam merkuri akan larut ke dalam air. Selain mengendap di tanah, merkuri juga mengendap di
atas daun tumbuh-tumbuhan. Selanjutnya, merkuri akan meresap ke dalam daun melalui stomata
daun.
Selanjutnya untuk merkuri yang masuk ke
dalam daerah perairan, ada yang menguap kembali ke atmosfir namun juga ada yang
mengalami metilisasi. Merkuri yang menguap kembali ini berbentuk Hg(0). Hg(II)
dalam daerah perairan dapat mengalami metilisasi dengan bantuan bakteri
pereduksi sulfat dan besi menjadi metil merkuri (MeHg) . Tidak hanya merkuri dari hujan saja tetapi sedimen
merkuri di dasar perairan juga dapat diubah menjadi MeHg.
Metil merkuri
Metil merkuri berbahaya
bagi manusia karena MeHg ini akan terakumulasi dalam plankton atau
mikroorganisme. Kemudian plankton dan mikroorganisme ini akan dimakan oleh
predator yang lebih tinggi lagi dalam rantai makanan hingga sampai ke manusia.
Metil merkuri dapat menyebabkan timbulnya kecacatan pada manusia, seperti yang terjadi
pada kasus minamata di jepang dan kasus teluk buyat di Indonesia.
Metil merkuri jauh lebih beracun daripada logam merkuri itu sendiri. Metil merkuri hanya ditemukan ekosistem darat dan air namun tidak ditemukan di ekosistem udara. Metil merkuri hanya ditemukan di perairan, sedimentasi dari perairan dan biota.
Untuk diketahui, uni eropa telah menggalakkan peraturan RoHS (Restricted of Hazardous Subtances) yang mengatur tentang batasan logam berbahaya pada produk elektronika seperti PCB, lampu katoda dan lain-lain. Dalam RoHS diatur maksimal kadar Hg yang diperbolehkan adalah 1000 ppm. Merkuri dianalisa menggunakan instrumen seperti AAS (metode cold vapour), ICP-OES, FIMS dan ICP-MS. Selain Hg, ada senyawa yang diatur dalam RoHS adalah timbal, kadmium, kromium heksavalen, PBB, dan PBDE.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber merkuri sebelum adanya industri hanya berasal dari alam dan kegiatan alam seperti gunung berapi. Setelah adanya industri selain dari alam, berasal juga dari anthropogenic terutama dari proses pembakaran batu bara. Pada atmosfir, merkuri
berbentuk Hg(0) kemudian turun ke daratan dan perairan dalam bentuk
inorganiknya yaitu Hg(II). Setelah itu, pada ekosistem perairan berubah menjadi metil merkuri (MeHg)
oleh bakteri. MeHg ini lebih toksik dibandingkan dengan Hg(II). Hg(II) di daratan
dan perairan mengalami proses reduksi menjadi Hg(0) dan kembali lagi ke udara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar